
MAKAU - Bagi mereka yang pertama kali menginjakkan kaki di Makau, kesan pertama yang ditangkap adalah menyaksikan kota yang tenang dan relatif sepi kendati dalam suasana jam kantor di siang hari. Masak tidak ada orang Makau yang bekerja?
“Coba kita lihat ke salah satu kasino (tempat judi),” ujar seorang rekan. Kesan pertama akhirnya luluh saat terpana melihat puluhan ribu manusia memadati Gedung Sands Macao.
Gedung di atas lahan seluas lebih dari 21.000 meter persegi tersebut mungkin kurang lebih sama dengan pusat perbelanjaan termegah di Jakarta.
Namun yang membedakannya, Sands Macao tidak dipenuhi toko-toko melainkan oleh 740 meja judi dan 1.254 mesin slot dengan total hadiah ratusan ribu dolar AS setiap harinya yang siap memenuhi kepuasan para pengunjung untuk bertaruh, dan tentu saja, menguras isi dompet mereka.
Tak heran bila Mark Brown, Presiden Sands Macao, dengan bangga mencanangkan tempatnya sebagai kasino terbesar di dunia. “Sejak dibuka tahun 2004, lebih dari 22 juta orang mengunjungi gedung ini,” kata Brown, bangga. Bahkan dalam liburan Imlek beberapa pekan lalu, dalam sehari tempat tersebut dikunjungi lebih dari 50.000 penjudi. Tidak hanya itu. “Di sinilah tempat orang-orang Makau bekerja,” kata Daniel Raviv, salah seorang petinggi Las Vegas Sands Corp (LVSC) yang membangun Sands Macao.
Pemandangan di Sands Macao merupakan contoh ilustrasi bahwa Makau sudah menjadi magnet bagi para pelancong berkantung tebal dari mancanegara untuk mengadu peruntungan mereka sekaligus mencari hiburan kelas atas. Bangunan-bangunan kasino pun dibuat megah dan seunik mungkin. Mulai dari yang bergaya kastil kuno ala Kekaisaran China, gunung berapi hingga bergaya futuristik seperti di Grand Lisboa. Bahkan kini telah dibangun kasino dengan suasana mirip kota air Venezia, Italia, kreasi LVSC.
Dilindungi Hukum
Wilayah di selatan China tersebut tidak hanya menarik bagi para petaruh namun juga bagi mereka yang mengelola industri judi. Itu karena Makau merupakan satu-satunya wilayah otonomi khusus China dimana industri judi dilindungi oleh hukum. Gaya hidup orang-orang China daratan maupun peranakan (overseas Chinese) yang gemar berjudi ditambah pesatnya pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran di kawasan timur Asia juga menjadi pertimbangan tersendiri.
Apalagi pemerintah setempat telah meliberalisasi industri judi pada tahun 2001 sehingga membuat para pengelola rumah-rumah judi kelas kakap yang selama ini hanya berkutat di Las Vegas, Amerika Serikat, agresif melebarkan usaha ke Makau. Investasi yang mereka bawa pun terbilang fantastis.
Sebut saja pemilik Las Vegas Sands Corp, Sheldon Adelson, yang sudah mengucurkan investasi lebih dari US$ 2,3 miliar; Wynn Resorts milik miliarder Steve Wynn senilai US$ 1 miliar, dan MGM Mirage. Mereka bersaing dengan pemain yang sudah lama bercokol di Makau. Tak lain dan tak bukan adalah Stanley Ho, taipan yang hingga 2001 menikmati monopoli industri judi di Makau melalui Sociedade de Jogos de Macau (SJM). Industri judi yang dikelola para taipan itulah yang mendatangkan penghasilan miliaran dolar bagi Makau.
Lembaga pemeringkat keuangan, Merryll Lynch, bahkan sudah memperkirakan revenue yang didapat Makau dari industri judi pada akhir tahun 2006 mencapai US$ 6,9 miliar, yang artinya sudah melebihi yang didapat Las Vegas. Industri judi pun turut mendatangkan keuntungan bagi mereka yang bergerak di industri perhotelan, restoran, dan pariwisata. Hampir semua hotel bintang empat dan lima di Makau kini dilengkapi dengan kasino dengan fasilitas minimal dua lantai. Artinya, industri judi di Makau juga menyerap banyak tenaga kerja. Ada yang menjadi bandar, pelayan, pramusaji, juru masak, penyanyi, penghibur, petugas keamanan, hingga pemandu wisata dan eksekutif kelas atas.
Bahkan para penarik becak di Makau berani memasang tarif sedikitnya 150 pataca (sekitar Rp 175.000) untuk perjalanan selama satu jam. “Itu karena penarik becak rata-rata orang tua sedangkan yang muda memilih bekerja di kasino, hotel, atau sektor pariwisata,” kata Emily Ho, seorang pemandu wisata. Tidak heran bila setengah juta penduduk Makau menggantungkan hidup mereka dari industri judi dan pariwisata.
Reklamasi Pantai
Kendati sudah padat dengan berbagai kasino dan hotel, pengembangan industri judi dan pariwisata di Makau seolah tidak pernah berhenti. Bila perlu membangun lahan yang dulunya adalah laut. Itulah yang dilakukan oleh Las Vegas Sands Corp yang tengah membangun proyek ambisius bernama “ The Cotai Strip.” Itu merupakan lahan hasil reklamasi pantai seluas kurang lebih 278 ribu meter persegi yang menghubungkan Pulau Coloane dan Taipa yang berada di selatan Makau.
Lokasi tersebut akan segera menjadi kawasan perjudian baru yang dilengkapi dengan pembangunan infrastruktur seperti terminal feri baru yang menghubungkan Makau dan Hong Kong. Namun membangun proyek besar tersebut juga memiliki risiko yang tak kalah besar. Itu menyangkut kebiasaan para petaruh asal China yang “tidak pernah tidur” dan kurang suka menghamburkan uang untuk berbelanja dan menginap. “Mereka memilih bertahan di lokasi permainan dan tidak tidur,” kata Steve Wynn, taipan pemilik Wynn Macau seperti dikutip Macau Post. Pada akhirnya perilaku itu berpengaruh pada rendahnya tingkat hunian hotel dan kunjungan ke pusat perbelanjaan yang sudah dibangun dengan biaya besar. Namun, ibarat berjudi di meja roulette, para taipan tersebut berani mempertaruhkan investasi mereka di Makau. Peluang dan risiko pun sama besar. (*)
0 komentar:
Posting Komentar
PLEASE INSERT CRITIC AND SUGGESTIONS
BECAUSE, YOU SUGGESTED USEFUL FOR ME